Sunday, February 14, 2010

RADEN GATOT MANGKOEPRADJA (Pendiri PETA)


RADEN GATOT MANGKOEPRADJA

Pahlawan yang (tidak) dimakamkan di Taman Makam Pahlawan


Lempengan keramik hitam itu bertuliskan Perintis Kemerdekaan RI, Bapak Tentara Sukarela Pembela Tanah Air, Rd Gatot Mangkoepradja, lahir 1901 wafat 4 Oktober 1968. Bagian paling atas sebelum rangkaian kalimat tadi adalah sebuah logo bergambar padi kapas, ditengahnya topi baja tentara dan sederatan empat huruf besar terpampang disana PETA.


Didepan lempeng keramik yang jamak disebut prasasti itu adalah sebuah makam, dengan keramik warna hitam melapisi bagiannya. Persis depan lempeng adalah makam Rd.Gatot Mangkoepradja, sedang di samping makam tersebut adalah makam istrinya.


Makam itu berada di komplek pemakaman umum (bukan di Taman Makam Pahlawan) Sirnaraga, jalan Pajajaran Kota Bandung. Letaknya yang berada persis dipinggir jalan masuk (timur) makam membuat siapapun tidak akan kesulitan jika ingin menziarahinya.




Untuk kesekian kalinya pada Sabtu – Minggu (13-14 februari 2010) ini saya menyengaja datang untuk berziarah. Saya bukanlah anak cucunya. Kecintaan saya pada Indonesia dan minat saya pada sejarah perjuangan bangsa inilah yang membuat saya sering mendatangi makam para pejuang dan pendiri bangsa, sebagai ungkapan rasa hormat dan doa agar arwahnya mendapat tempat yang layak disisi Tuhan Yang Maha Esa.


Ziarah saya kali ini, ada kaitannya dengan peristiwa yang terjadi 65 tahun yang lalu, tepatnya pada 14 Februari 1945. Di Blitar, Markas Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA), melakukan pemberontakan terhadap tentara pendudukan Jepang. Serangkaian peristiwa yang dipimpin oleh Shodanco Supriyadi itu diantaranya adalah dengan diledakkannya mitraliur, tembakan mortir yang disasarkan pada markas PETA dan Hotel Sakura yang dihuni oleh tentara Jepang di Blitar. Mereka juga melakukan serangkaian penyerangan pada warga Jepang yang mereka temui selama dikobarkannya pemberontakan, serta mengibarkan bendera Merah Putih, di seberang markas PETA (kini Taman Makam Pahlawan di Kota Blitar).


Pemberontakan itu boleh dikatakan gagal, karena seluruh pelaku berhasil dilucuti senjatanya bahkan diadili dan dijatuhi hukuman. Beberapa diantarnya dijatuhi hukuman mati dan hukuman penjara. Lebih misterius lagi, sang pemimpin pemberontakan Shodanco Supriyadi (seorang komandan peleton) pasca pemberontakan itu tak diketahui nasibnya.


Pemberontakan itu secara kasat mata memang boleh disebut gagal. Tapi, bisa dibayangkan pada jaman itu di kawasan Asia utamanya saat penjajahan Jepang, hanya di Indonesia-lah yang berani melakukan pemberontakan, terhadap ‘pelatih’ nya. Tentara Sukarela yang disebut dengan Tentara PETA itu adalah tentara bentukan Jepang untuk dipersiapkan dan nantinya diperbantukan untuk tentara Jepang pada perang Pasific melawan Sekutu. Nyatanya, tentara PETA malah ‘memakan tuannya sendiri’.


Telah banyak dituliskan dalam buku buku sejarah, bahwa pemberontakan itu terjadi karena tentara PETA yang muak dan tidak terima karena melihat rakyat dan bansganya yang diinjak injak martabatnya oleh Jepang si penguasa yang mengaku sebagai ‘saudara tua’ bangsa Indonesia. Akibat pemberontakan ini, Jepang harus menutupinya agar tidak merembet peristiwa serupa ke satuan markas tentara PETA lainnya, utamanya di pulau Jawa. Namun demikian, pasca peristiwa Blitar terjadi pula pemberontakan di kalangan tentara PETA Cilacap juga di Cileunca Pangalengan Bandung Selatan. Sekali lagi, serangkain perlawanan atau pemberontakan itu, bisa dipadamkan. Ada satu hal yang tidak bisa mati dan tak padam, yaitu semangat untuk memerdekakan diri dari belenggu penjajahan. Dan itu telah ditunjukkan oleh putera putera terbaik bangsa ini.


Keberadaan Tentara PETA di bumi nusantara ini, bahkan disebut sebut sebagai cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI), karena salah satunya berkat usulan yang disampaikan oleh Raden Gatot Mangkoepradja.


Keterlibatan Gatot Mangkoepradja dalam pergerakan nasional diawali ketika ia bergabung dengan Perhimpunan Indonesia (PI). Ketika Partai Nasional Indonesia (PNI) berdiri di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927, Gatot Mangkoepradja segera menggabungkan diri dengan organisasi yang dipimpin oleh Ir. Soekarno itu. Akibat menjunjung tinggi konsep revolusi Indonesia, maka pada tanggal 24 Desember 1929 Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Gatot Mangkoepradja dan para pemimpin PNI lainnya. Penangkapan terhadap Gatot Mangkoepradja baru dapat dilakukan pada tanggal 29 Desember 1929 di Jogyakarta. Gatot ditangkap bersama-sama dengan Ir. Soekarno. Mereka kemudian dibawa ke Bandung dan dijebloskan ke Penjara Banceuy.


Pada tanggal 18 Agustus 1930, Gatot Mangkoepradja mulai dihadapkan ke Landraad Bandung (kini Gedung Indonesia Menggugat di Jalan Perintis Kemerdekaan-Bandung) bersama-sama dengan Ir. Soekarno, Maskoen Soemadiredja, dan Soepriadinata. Mereka dijerat dengan tuduhan Pasal 169 bis dan 153 bis Wetboek van Strafrecht (KUHP-nya zaman kolonial). Mereka diadili dengan Hakim Ketua: Mr. Siegenbeek van Heukelom dengan Jaksa Penuntut : R. Soemadisoerja. Peristiwa ini dikenal dengan nama Indonesia Menggugat.


Pada tanggal 25 April 1931, akibat perpecahan PNI menjadi Partindo dan PNI-Baru, maka Gatot Mangkoepradja bergabung dengan Partindo karena ia merasa partai ini mempunyai persamaan ideologi dengan PNI. Namun tak lama, akhirnya ia keluar dari Partindo karena merasa kecewa dengan Soekarno dan bergabung dengan PNI-Baru pimpinan Hatta.


Pada masa penjajahan Jepang, Gatot Mangkoepradja yang telah dikenal baik oleh Jepang diberi wewenang untuk menjalankan Gerakan 3 A yaitu Nippon Pelindung Asia, Nippon Cahaya Asia, Nippon Pemimpin Asia. Akan tetapi usaha Jepang ini gagal karena Gatot Mangkoepradja tidak mau kooperatif. Karena penolakan ini maka ia ditahan oleh Kempeitei.


Setelah keluar dari tahanan, beliau mengajukan usul kepada Jepang untuk membentuk Tentara Pembela Tanah Air (PETA). Akhirnya pada tanggal 3 Oktober 1943 dibentuklah secara resmi Pasukan Sukarela Pembela Tanah Air (PETA) melalui Osamu Seirei No. 44 Tahun 1943.

Berikut surat GATOT MANGKOEPRADJA yang ditujukan kepada pimpinan militer Jepang di Indonesia kala itu :


=====

Dipersembahkan

Kehadapan Padoeka Jang Moelja

Toean GUNSEIKAN

Jang bersemajam di

D j a k a r t a


Dengan segala hormat,


Hamba, seorang Indonesia, bernama RADEN GATOT MANGKOEPRADJA, lahir di Soemedang pada tg. 15 Juni-Gatsu 2559, sekarang tinggal di Kampoeng Bihboel, Tjiandjoer.


Mempersembahkan, sepoetjoek soerat ini kehadapan Padoeka Jang Moelja, disertai dengan permoehoenan ma’af terlebih dahoeloe oleh karena Hamba telah memberanikan diri oentoek mempersembahkan ini adanja.


Bahwa Hamba pertama hendak menghatoerkan beriboe-riboe terima kasih kehadapan Padoeka Toean, oleh karena Kebidjaksanaan dan Ketangkasan Balatentara Dai Nippon, Rakjat Indonesia moelai sadar dan insjaf. Begitoe poela Rakjat Indonesia sekarang soedah insjaf dan soedah hidoep semangatnja oentoek bekerdja memperkoeat Garis Belakang dari Perang Asia Timoer Raya ini.


Bahwa Hamba sampai mengharapkan, jang bangsa Indonesia bukan sadja tinggal dibelakang dan memperkoeat Garis Belakang, akan tetapi djoega toeroet terdjun ke Medan Perang, ikoet melawan dan meroentoehkan kekoeasaan Inggeris, Amerika dan sekoetoenja.


Bahwa boleh djadi pada masa sekarang bangsa Indonesia tentoe beloem tjoekoep tjerdas dan tangkas oentoek bertempoer di Garis Moeka, akan tetapi Hamba pertjaja dan jakin, bahwa dibawah Pimpinan Balatentara Dai Nippon, bangsa Indonesia tentoe akan tjakap mendjaga dan membela Poelau Djawa.


Bahwa sekarang menoeroet penglihatan Hamba Semangat oentoek menggerakkan diri dalam satoe , ‘Barisan Pembela’ soedah timboel didalam hati sanoebari bangsa Indonesia.


Bahwa Semangat ini dibawah pemeliharaan dari Pemerintah Balatentara Dai Nippon, tentoe akan hidoep.


Bahwa, keinginan Hamba ini ada disebabkan hal-hal sebagaimana dengan singkat dipersembahkan di bawah ini:


P e r t a m a : Selama tigaratoes limapoeloeh tahoen kebelakang maka segala kemaoean dan segala oesaha bangsa Indonesia telah sia-sia belaka, karena angkara moerkanja tjara Pendjadjahan oleh negeri Belanda, dan oleh karena Itoe maka segala Semangat dan Kemaoeannja mendjadi mati terbenam.


K e d o e a : Karena angkara moerkanja Pemerintah Belanda di Indonesia, lagi poela kerena nafsoenja Imperialisme Bangsa-bangsa Barat, jang memakainja kekoeasaan Pemerintah Belanda di Indonesia, maka Bangsa Indonesia soedah djatoeh kedalam djoerang jang terbawah sekali, dan mendjadikan Rakjat miskin rezekinja, miskin boedi dan pekertinja.


Bahwa djikalau tindakan ini tidak dipatahkan sama sekali, mungkin mereka akan menerkam poela negeri-negeri di Asia Timoer Raya.


Bahwa, oleh karena itoe tiap-tiap bangsa dan Negeri jang oleh karena Kekoeatan dan Ketangkasan Balatentara Dai Nippon soedah terlepas dari tjengkeraman Inggeris dan Amerika dan sekoetoenja, wajib insjaf, bahwa ia tidak boleh hanja tinggal menjoesoen kehidoepan sendiri sadja, hanja mendjadi penonton sadja, dan hanja maoe dibela sadja. Akan tetapi, tiap-tiap Bangsa itoe, haroes insjaf bahwa ia sendiri haroes terdjun kedalam Medan Peperangan, membela Tanah Airnja, membela Keselamatan Asia Timoer Raya.


Hamba poen berkejakinan, bahwa, sebagaimana tadi telah dipersembahkan diatas, sekarang Bangsa Indonesia beloem ada ketjakapan dan ketangkasan boeat toeroet berdjoeang di Garis Moeka Medan Perang. Akan tetapi Hamba jakin dan pertjaja, bahwa dengan Pimpinan Balatentara Dai Nippon, Bangsa Indonesia bisa memperlihatkan ketjakapan dan ketangkasan oentoek mendjaga dan membela Poelau Djawa.


Oleh karena itoe, maka Hamba sangat bermoehoen kehadapan Padoeka Toean Jang Moelja, soedi apalah kiranja Padoeka mempertimbangkan oentoek memberi kesempatan kepada Hamba, oentoek menggerakkan satoe Barisan Pembela dari Bangsa Indonesia di Poelau Djawa, jang sanggoep dengan sesoenggoehnya boeat membela Poelau Djawa dibawah Pimpinan Balatentara Dai Nippon, dan jang setiap waktoe siap mengorbankan segala-galanja oentoek kepentingan bersama itoe, dan kemoedian siap djoega oentoek melawan dan menghantjoerkan kekoeatan dan kekoeasaan Inggeris dan Amerika.


Bahwa Hamba sendiri berdjandji sanggoep mengorbankan segala Tenaga, Pikiran dan Djiwa kepada Pemerintah Dai Nippon, dan sanggoep mendjalankan kewadjiban sebagaimana moestinja oentoek keselamatan Poelau Djawa dan pendoedoeknja.


Bahwa, menoeroet Sabda Padoeka Jang Moelja Toean Djenderal TOZYO jg, mendjadi Perdana Menteri Negeri Dai Nippon sebagaimana djoega telah disembarkan kepada Rakjat Indonesia oleh Padoeka Jang Moelja SAIKOO SIKI KAN dan oleh Jang Moelja Toean GUNSEIKAN, kepada rakjat Indonesia akan dan sedang diberi kesempatan boeat toeroet tjampoer dalam oeroesan Pemerintah Negeri disini.


Bahwa, menoeroet pertimbangan Hamba, Rakjat Indonesia, djikalau betoel sesoenggoehnja hendak dipandang tjakap boeat toeroet tjampoer dalam oeroesan Pemerintah Negeri, wadjib mempersembahkan pekerdjaan-pekerdjaan jang njata, dan tiada hanja tinggal dalam keinginan sadja.

Maka menoerot pertimbangan Hamba, adalah mewoejoedkan satoe Barisan Pembela, djoega satoe pekerdjaan jang akan mewoejoedkan kemaoean jang betoel-betoel dan kelak tentoe akan mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Tertinggi.


Oleh karena itoe, maka Hamba sangat bermoehoen kehadapan Padoeka Jang Moelja, soedi apalah kiranja Padoeka kapada Hamba memberi kesempatan oentoek menjoesoen Barisan Pembela itoe, dibawah Pimpinan Balatentara Dai Nippon, jang soenggoeh-soenggoeh hendak toeroet membela dan mempertahankan kedoedoekan dan keselamatan Poelau Djawa dan Pendoedoeknja.


Teriring dengan segala hormat

Dari hamba

GATOT MANGKOEPRADJA.


[Surat ini dipublikasikan di koran-koran dan radio pada masa pendudukan Jepang untuk membentuk Tentara Soekarela Pembela Tanah Air (PETA)]


=====


Pasca kemerdekaan Gatot Mangkoepradja kembali bergabung dengan PNI pada tahun 1948. Setahun kemudian ia menjabat Sekretaris Jenderal PNI menggantikan Sabillal Rasjad yang ditarik ke BP KNIP. Ia meninggalkan PNI pada tahun 1955 karena kecewa bahwa anggota PNI tidak boleh turut serta dalam organisasi kedaerahan.


Setelah peristiwa Gestapu tahun 1965, Gatot Mangkoepradja menyatakan dirinya masuk ke Partai IPKI karena partai ini berjuang untuk menyelamatkan Pancasila dari ancaman komunisme. Setelah itu ia aktif dalam Gerakan Pembela Pancasila dan tahun 1962 menjadi anggota MPRS. Ia diberhentikan Soeharto sebagai anggota MPRS tahun 1966 karena dianggap pendukung Bung Karno.



Tambahan :


Kini, melalui mesin pencari cobalah anda cari dengan kata kunci “Gatot Mangkoepradja”. Niscaya ribuan tempat akan bisa anda kunjungi untuk mencari tahu siapa sebenarnya Gatot Mangkoepradja. Jika ingin lebih lengkap lagi, maka segeralah cari buku GATOT MANGKOEPRADJA yang ditulis oleh Nina H Lubis Buku setebal 183 halaman ini dipublish oleh Satya Historika pada 2003 lalu.



Atau, cobalah cari image atau picture dengan kata kunci yang sama “Gatot Mangkoepradja”. Niscaya anda tak akan mendapati gambar wajah sang tokoh besar yang baru mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada Rabu 10 November 2004 lalu. Pengaugerahan yang diputuskan melalui keputusan Presiden Nomor 089 TK Tahun 2004 itu dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Jakarta.


Satu satunya foto Gatot Mangkoepradja yang kini bisa dilihat bebas oleh public adalah foto saat muda di Gedung Indonesia Menggugat di Jalan Perintis Kemerdekaan – Bandung.



\\\bw\\\

No comments: